Rangkuman Ekonomi Makro dan studi kasus

 EKONOMI MAKRO

A. Component of agregate demand (komponen permintaan agregat)

Permintaan agregat dalam ekonomi mikro melibatkan jumlah barang atau jasa yang diinginkan dan mampu dibeli oleh konsumen di pasar individu. Di sisi lain, dalam ekonomi makro, permintaan agregat mencakup total permintaan untuk barang dan jasa di seluruh perekonomian. Ini termasuk belanja konsumen, belanja modal, belanja pemerintah, dan ekspor dikurangi impor.

Sebagai contoh, dalam ekonomi mikro, permintaan agregat dapat diilustrasikan dengan seorang konsumen yang membeli sebuah mobil. Namun, dalam ekonomi makro, permintaan agregat mencakup tidak hanya pembelian mobil oleh individu, tetapi juga pembelian semua barang dan jasa oleh seluruh perekonomian.

Komponen-komponen utama permintaan agregat meliputi belanja konsumen, belanja modal, belanja pemerintah, dan ekspor dikurangi impor. Belanja konsumen mencakup pembelian barang dan jasa oleh konsumen untuk memenuhi kebutuhan mereka. Contohnya adalah pembelian pakaian, makanan, dan perangkat elektronik oleh individu.

Belanja modal merujuk pada investasi yang dilakukan oleh dunia usaha untuk mengembangkan dan memperluas bisnis mereka. Misalnya, sebuah perusahaan membeli mesin baru atau membangun pabrik baru untuk meningkatkan produksi mereka.

Belanja pemerintah mencakup pengeluaran pemerintah untuk barang dan jasa serta program-program publik. Contohnya adalah pembangunan jalan, program pendidikan, dan sistem kesehatan yang didanai oleh pemerintah.

Ekspor dikurangi impor mencerminkan perbedaan antara ekspor dan impor suatu negara. Ketika nilai ekspor melebihi nilai impor, itu disebut ekspor neto positif, sedangkan jika nilai impor lebih besar dari ekspor, itu disebut ekspor neto negatif.

Faktor-faktor yang mempengaruhi komponen-komponen permintaan agregat termasuk tingkat pendapatan, suku bunga, kecenderungan mengkonsumsi, keuntungan perusahaan, dan kebijakan pemerintah. Misalnya, peningkatan pendapatan dapat meningkatkan belanja konsumen, sementara suku bunga rendah dapat mendorong investasi perusahaan.

Selain itu, ekspektasi terhadap masa depan juga memainkan peran penting dalam pengambilan keputusan ekonomi. Jika perusahaan optimis tentang pertumbuhan ekonomi di masa depan, mereka cenderung untuk berinvestasi lebih banyak saat ini.

Dengan demikian, pemahaman tentang komponen-komponen permintaan agregat dan faktor-faktor yang mempengaruhinya penting dalam menganalisis kesehatan dan arah ekonomi suatu negara.

B. The aggregate demand curve (kurva permintaan agregat)

Dalam konteks penjelasan mengenai kurva permintaan agregat, perlu dipahami bahwa kurva  menggambarkan total permintaan dalam suatu perekonomian, bukan hanya permintaan terhadap suatu produk di pasar individual. Pada dasarnya, dalam mikroekonomi, kurva permintaan dipetakan dengan harga dan kuantitas, yang cenderung miring ke bawah karena hukum permintaan; namun, dalam makroekonomi, perhatian tertuju pada permintaan agregat yang mencakup keseluruhan perekonomian.

Perbedaan yang mendasar adalah dalam penggunaan sumbu x dan y. Sumbu y tidak lagi menunjukkan harga barang, melainkan tingkat harga rata-rata dalam perekonomian, yang digunakan untuk mengukur inflasi. Sumbu x juga tidak lagi menunjukkan kuantitas barang, melainkan PDB riil atau output total perekonomian.

Contoh kasusnya adalah saat ada perubahan dalam faktor-faktor yang memengaruhi komponen-komponen dari permintaan agregat, seperti konsumsi (C), investasi (I), pengeluaran pemerintah (G), ekspor (X), dan impor (M). Misalnya, peningkatan suku bunga dapat mengurangi belanja konsumen dan investasi, mengakibatkan penurunan permintaan agregat dan bergesernya kurva ke kiri.

Di sisi lain, peningkatan pendapatan yang dapat dibelanjakan dapat meningkatkan konsumsi dan investasi, mendorong permintaan agregat naik dan bergesernya kurva ke kanan. Begitu pula, apresiasi nilai tukar membuat ekspor lebih mahal bagi konsumen luar negeri dan impor menjadi lebih murah, mengakibatkan penurunan permintaan ekspor dan peningkatan impor, serta penurunan permintaan agregat dan pergeseran kurva ke kiri.

Sebagai contoh lain, menjelang pemilu, pemerintah mungkin meningkatkan pengeluaran untuk memperoleh lebih banyak dukungan, yang akan meningkatkan permintaan agregat dan menyebabkan kurva bergeser ke kanan. Semua perubahan ini mengilustrasikan bagaimana faktor-faktor tertentu dapat memengaruhi kurva permintaan agregat dan keseimbangan perekonomian secara keseluruhan.


C. Aggregate supply (pasokan agregat)

Penawaran agregat, dalam konteks ekonomi, merujuk pada jumlah total output yang bersedia dan mampu dipasok oleh produsen dalam suatu perekonomian pada tingkat harga tertentu dan periode waktu tertentu. 

Konsep ini dapat diilustrasikan dalam sebuah diagram dengan tingkat harga di sumbu y dan PDB riil atau output di sumbu x. Secara umum, kurva penawaran agregat jangka pendek cenderung miring ke atas, karena perusahaan bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan mereka. Dalam jangka pendek, biaya produksi tambahan untuk setiap unit output yang dihasilkan meningkat seiring dengan tingkat output yang lebih tinggi. Oleh karena itu, perusahaan membutuhkan kenaikan harga sebagai insentif untuk meningkatkan produksi lebih lanjut. Dengan demikian, ketika tingkat harga naik, ekspansi ke atas terjadi sepanjang kurva penawaran agregat jangka pendek.

Para ekonom klasik mengoperasikan dengan asumsi bahwa perekonomian harus beroperasi pada potensi produktifnya dalam jangka panjang. Ini mengarah pada konsep pasokan agregat jangka panjang yang paling tidak memiliki kemiringan dan secara keseluruhan bersifat vertikal. Analogi dengan batas kemungkinan produksi menunjukkan bahwa ketika perekonomian beroperasi pada batas PPFnnya, tidak ada kapasitas cadangan dalam perekonomian. Tingkat output di mana kurva penawaran agregat jangka panjang berada akan sama dengan batas kemungkinan produksi ini.

Namun, kurva penawaran agregat jangka pendek dapat dipendekkan atau digeser berdasarkan faktor-faktor penentu selain harga yang konstan. Faktor-faktor ini dapat berupa biaya produksi seperti biaya tenaga kerja, bahan baku, atau biaya yang dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah. Setiap perubahan dalam biaya produksi akan mengakibatkan pergeseran kurva penawaran agregat jangka pendek. Misalnya, peningkatan biaya tenaga kerja akan menggeser kurva ke kiri, sedangkan penurunan harga bahan mentah akan menggeser kurva ke kanan.

Kebijakan pemerintah juga memiliki dampak signifikan pada penawaran agregat. Kenaikan pajak, misalnya, akan meningkatkan biaya produksi dan menggeser kurva ke kiri, sementara subsidi yang lebih banyak akan membantu menurunkan biaya produksi dan menggeser kurva ke kanan. Kurva penawaran agregat jangka panjang yang bersifat vertikal mencerminkan batas kapasitas produktif perekonomian. Untuk menggeser kurva ini, diperlukan perubahan dalam kualitas atau kuantitas faktor-faktor produksi.

Perubahan dalam kualitas atau kuantitas faktor-faktor produksi dapat terjadi seiring berjalannya waktu. Keterampilan teknologi dan pendidikan angkatan kerja, serta investasi dalam modal, cenderung meningkat seiring waktu. Demikian pula, pertumbuhan populasi dalam beberapa tahun akan meningkatkan jumlah angkatan kerja dan menggeser kurva penawaran agregat jangka panjang ke kanan. Namun, dengan populasi yang menua dan orang-orang yang memasuki masa pensiun, serta adanya migrasi ke dalam atau ke luar negeri, penyusutan atau peningkatan angkatan kerja dapat menyebabkan pergeseran kurva ke kiri atau ke kanan, sesuai dengan arah migrasi tersebut.

Sebagai contoh tambahan kasus agregat supply di Indonesia, kita dapat mempertimbangkan situasi di mana terjadi peningkatan tarif pajak bagi perusahaan tertentu. Ketika tarif pajak naik, hal ini meningkatkan beban pajak bagi perusahaan, yang dapat mengurangi keuntungan mereka. Sebagai respons, perusahaan mungkin akan mengurangi produksi atau menaikkan harga barang mereka untuk menutupi biaya tambahan tersebut. Dampaknya adalah penurunan jumlah barang yang ditawarkan pada berbagai tingkat harga, menggeser kurva penawaran agregat ke kiri dan mempengaruhi inflasi serta pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

D. Macroeconomic equilibrium (keseimbangan makro ekonomi)

Keseimbangan makroekonomi ditentukan oleh interaksi antara penawaran agregat dan permintaan agregat yang mencapai titik perpotongan kedua kurva. Titik ini digunakan sebagai titik awal untuk memodelkan dampak perubahan pada faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan atau penawaran agregat, seperti inflasi dan PDB riil, serta tingkat lapangan kerja.

Jika terjadi pergeseran permintaan agregat ke kanan, misalnya karena penurunan suku bunga yang mendorong belanja konsumen dan investasi, hal ini akan meningkatkan tingkat harga dan PDB riil dalam jangka pendek. Namun, dalam jangka panjang, perekonomian akan kembali ke tingkat output awal karena kurva penawaran agregat jangka panjang bersifat vertikal, menunjukkan kapasitas produktif yang tetap.

Pergeseran ke kiri dalam permintaan agregat, yang bisa disebabkan oleh pemotongan belanja pemerintah, akan mengurangi PDB riil dan tingkat harga dalam jangka pendek. Namun, dalam jangka panjang, perekonomian akan kembali ke output lapangan kerja penuh, tetapi pada tingkat harga yang lebih rendah.

Pergeseran yang tepat dalam penawaran agregat, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, yang menurunkan tingkat harga, dapat membantu mengendalikan inflasi dan meningkatkan PDB riil. Oleh karena itu, kebijakan yang meningkatkan pasokan, seperti pendidikan, pelatihan, dan investasi dalam modal fisik, sangat bermanfaat bagi perekonomian karena tidak memiliki trade-off yang signifikan.

Namun, jika kebijakan ini dipertahankan dalam jangka panjang tanpa pertimbangan yang tepat, dapat mengurangi kapasitas produktif ekonomi karena pengurangan modal yang mendasarinya. Oleh karena itu, perencanaan kebijakan jangka panjang yang cermat sangat penting untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Salah satu contoh  kasus keseimbangan makroekonomi di Indonesia ialah  situasi di mana terjadi peningkatan ekspor komoditas tertentu, seperti minyak, gas, atau produk pertanian. Peningkatan ekspor ini dapat meningkatkan pendapatan negara, meningkatkan cadangan devisa, dan mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Namun, untuk menjaga keseimbangan makroekonomi, penting untuk memastikan bahwa penerimaan dari ekspor ini digunakan secara bijaksana, baik untuk mengurangi defisit anggaran, meningkatkan investasi dalam infrastruktur atau sektor-sektor kunci lainnya, maupun untuk memperkuat ketahanan ekonomi dalam jangka panjang, seperti melalui investasi dalam pendidikan dan inovasi. Dengan demikian, ekspor yang meningkat dapat berperan dalam mencapai keseimbangan makroekonomi yang berkelanjutan di Indonesia.





Posting Komentar

0 Komentar